Kamis, 14 Februari 2013

POTENSI KONFLIK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Strategi kebudayaan menuju integrasi nasional. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang mempunyai keanekaragaman atau pluralitas budaya yang luas banyaknya, terutama pluralitas atas dasar agama, kesukuan, kederahan, adat istiadat dan tradisi sosial setempat. Pluralisme horizontal ialah pengelompokan masyarakat majemuk yang lebih banyak dilihat oleh ikatan-ikatan primordial seperti ikatan kekerabatan, daerah, asal, bahasa, agama, ras dan suku bangsa. Primordialisme inilah yang merupakan pengikat asli suatu masyarakat majemuk, dan atas dasar itulah pengelompokan dalam masyarakat majemuk tumbuh dan berkembang.

Masyarakat majemuk mempunyai potensi konflik yang dapat mengarah kepada disintegrasi. Disintegrasi terjadi bila masing-masing kelompok dalam masyarakat menggunakan budaya mereka sendiri dalam berkomunikasi. Tidak adanya komunikasi berarti tidak adanya hubungan di antara mereka, dan pembaruan untuk menuju ke arah persatuan merupakan sesuatu yang mustahil akan terwujud. Akibat dari kondisi yang demikian dalam masyarakat majemuk akan mudah sekali muncul konflik. Dalam konteks pengelompokan berdasarkan ikatan primordial, maka konflik yang dimaksud ialah konflik primordial.

Masyarakat majemuk di mana pun selalu diwarnai adanya kelompok-kelompok. Namun yang ditakutkan dari kondisi masyarakat seperti ini adalah munculnya persaingan antar kelompok yang diikat oleh nilai-nilai primordial.

Bahwa masyarakat dapat dimunculkan oleh faktor-faktor vertikal dan horizontal. Lebih lanjut kemajemukan masyarakat dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori sebagai berikut:
1. Faktor Horizontal
  • Etnis dan ras atau asal-usul keturunan
  • Bahasa daerah
  • Adat istiadat / perilaku
  • Agama dan budaya
2. Faktor Vertikal
  • Penghasilan (ekonomi)
  • Pendidikan
  • Pemukiman
  • Pekerjaan

PENYEBAB KONFLIK SECARA UMUM

1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian perasaan

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.

2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda

3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.

4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam:

  • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran)
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank)
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa)
  • Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

1 komentar: